Friday, August 04, 2017


KASUS sejumlah kepala desa masuk penjara karena menilap dana desa menyadarkan Alimran Abdul Sama semakin berhati-hati.

Kepala Desa Malala, Kecamatan Dondo, Kabupaten Tolitoli, Provinsi Sulawesi Tengah, itu mengaku dirinya dan kepala desa lain di daerahnya kini benar-benar memerlukan pendamping dalam penyaluran dana desa.

“Kami hanya lulus SMA lalu mengelola dana ratusan juta hingga miliaran rupiah. Semua keputusan di tangan kades. Jika tidak mampu menahan godaan, sudah pasti korupsi. Itulah yang kami hindari,” kata Alimran, kemarin.

Alimran melanjutkan, hing¬ga awal Agustus tujuh kepala desa di Tolitoli diterungku di balik terali besi karena tersandung korupsi dana desa. “Oleh karena itu, kami butuh pendamping untuk membantu agar dana desa bermanfaat maksimal.”

Keprihatinan Alimran soal pentingnya keberadaan pendamping senada dengan pernyataan Miftahul. Menurut aktivis LSM di Pamekasan itu, penangkapan Kepala Desa Dassok, Pamekasan, Agus Mulyadi, oleh KPK pada Rabu (2/8) disebabkan yang bersangkutan wanprestasi dalam menjalankan program yang dibiayai dana desa. “Kalau diaudit, penyelewengannya di atas Rp100 juta. Kepala desa perlu pendamping yang ikut mengawasi dana desa.”
Gubernur Provinsi Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan merasa perlu melibatkan IPDN dan BPKP untuk menghindari penyalahgunaan dana desa. “Staf IPDN dan BPKP yang membimbing kepala desa. Saya ingatkan kepala desa agar tidak main-main, nanti ditangkap KPK.”
Di Sulawesi Selatan, minimnya pendamping kepala desa juga menghambat penyerapan dana desa tahap pertama tahun ini. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Sulsel mencatat sembilan desa di enam kabupaten belum mencairkan dana desa itu.

“Serapan dana desa di beberapa desa di Kabupaten Bone, Pangkep, dan Luwu terlambat. Hingga akhir Juli, pencairan dana desa dari rekening kas umum negara (RKUN) ke rekening kas umum daerah (RKUD) sudah selesai. Akan tetapi, dari RKUD ke RKUN desa baru sekitar 50%. Kepala desa sulit mencairkan dana desa karena belum membuat program dan belum merampungkan anggaran dan belanja desa. Di sini tecermin pentingnya pendamping,” ungkap Kepala Dinas PMD Sulsel Mustari Soba.

Laporan satgas
Plt Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendes PDTT, Taufik Madjid, tidak memungkiri bahwa pemerintah perlu memperbaiki administrasi dan kualitas perangkat desa agar pengelolaan dana desa semakin baik.

“Ada satgas yang mengawasi penyaluran dana desa. Satgas bekerja dengan tenaga pendamping. Mereka membantu kepala desa membuat perencanaan dan laporan. Jika ada pelanggaran, dilaporkan ke satgas,” kata Taufik.
Sampai bulan ini, lanjut Taufik, Kemendes menerima sekitar 600 kasus penyelewengan dana desa. “Ada 200 kasus pelanggaran administrasi. Akan tetapi, kami juga sudah menyerahkan 60 kasus ke KPK untuk ditindaklanjuti.”

KPK sebagaimana dikemukakan wakil ketua lembaga itu, Laode M Syarif, mengidentifikasi empat celah penyelewengan dana desa, yaitu regulasi, tata laksana, pengawasan, kualitas, dan integritas SDM yang meng¬urus dana desa. “Untuk itu, kami menggandeng BPKP dan Kemendes untuk meng¬ajari pendamping membuat laporan secara sederhana.”

Ketua Satgas Dana Desa, Bibit Samad Rianto, meng¬apresiasi KPK yang meng¬ungkap kasus korupsi dana desa. “Kami ini berjalan pelan, takut salah injak.” (Pra/Cah/MG/RF/LN/PT/X-3)

Author:

Terima kasih telah berkunjung ke blog ini jika kalian suka silahkan share. Artikel saya yang berjudul Berdayakan Pendamping Dana Desa. Jika anda ingin sebarluaskan artikel ini, atau meletakan artikel ini sebagai tulisan anda mohon sertakan sumber link asli.

Bagaimana Tanggapan Anda
Comments
0 Comments

0 Comments

Silahkan isi Komentar Anda disini