KASUS sejumlah kepala desa masuk penjara karena menilap dana
desa menyadarkan Alimran Abdul Sama semakin berhati-hati.
Kepala Desa Malala, Kecamatan Dondo, Kabupaten Tolitoli,
Provinsi Sulawesi Tengah, itu mengaku dirinya dan kepala desa lain di daerahnya
kini benar-benar memerlukan pendamping dalam penyaluran dana desa.
“Kami hanya lulus SMA lalu mengelola dana ratusan juta hingga
miliaran rupiah. Semua keputusan di tangan kades. Jika tidak mampu menahan
godaan, sudah pasti korupsi. Itulah yang kami hindari,” kata Alimran, kemarin.
Alimran melanjutkan, hing¬ga awal Agustus tujuh kepala desa
di Tolitoli diterungku di balik terali besi karena tersandung korupsi dana
desa. “Oleh karena itu, kami butuh pendamping untuk membantu agar dana desa
bermanfaat maksimal.”
Keprihatinan Alimran soal pentingnya keberadaan pendamping
senada dengan pernyataan Miftahul. Menurut aktivis LSM di Pamekasan itu,
penangkapan Kepala Desa Dassok, Pamekasan, Agus Mulyadi, oleh KPK pada Rabu
(2/8) disebabkan yang bersangkutan wanprestasi dalam menjalankan program yang
dibiayai dana desa. “Kalau diaudit, penyelewengannya di atas Rp100 juta. Kepala
desa perlu pendamping yang ikut mengawasi dana desa.”
Gubernur Provinsi Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan
merasa perlu melibatkan IPDN dan BPKP untuk menghindari penyalahgunaan dana
desa. “Staf IPDN dan BPKP yang membimbing kepala desa. Saya ingatkan kepala
desa agar tidak main-main, nanti ditangkap KPK.”
Di Sulawesi Selatan, minimnya pendamping kepala desa juga
menghambat penyerapan dana desa tahap pertama tahun ini. Dinas Pemberdayaan
Masyarakat Desa (PMD) Sulsel mencatat sembilan desa di enam kabupaten belum
mencairkan dana desa itu.
“Serapan dana desa di beberapa desa di Kabupaten Bone,
Pangkep, dan Luwu terlambat. Hingga akhir Juli, pencairan dana desa dari
rekening kas umum negara (RKUN) ke rekening kas umum daerah (RKUD) sudah
selesai. Akan tetapi, dari RKUD ke RKUN desa baru sekitar 50%. Kepala desa
sulit mencairkan dana desa karena belum membuat program dan belum merampungkan
anggaran dan belanja desa. Di sini tecermin pentingnya pendamping,” ungkap
Kepala Dinas PMD Sulsel Mustari Soba.
Laporan satgas
Plt Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kemendes PDTT, Taufik Madjid, tidak memungkiri bahwa pemerintah perlu
memperbaiki administrasi dan kualitas perangkat desa agar pengelolaan dana desa
semakin baik.
“Ada satgas yang mengawasi penyaluran dana desa. Satgas
bekerja dengan tenaga pendamping. Mereka membantu kepala desa membuat
perencanaan dan laporan. Jika ada pelanggaran, dilaporkan ke satgas,” kata
Taufik.
Sampai bulan ini, lanjut Taufik, Kemendes menerima sekitar
600 kasus penyelewengan dana desa. “Ada 200 kasus pelanggaran administrasi.
Akan tetapi, kami juga sudah menyerahkan 60 kasus ke KPK untuk
ditindaklanjuti.”
KPK sebagaimana dikemukakan wakil ketua lembaga itu, Laode M
Syarif, mengidentifikasi empat celah penyelewengan dana desa, yaitu regulasi,
tata laksana, pengawasan, kualitas, dan integritas SDM yang meng¬urus dana
desa. “Untuk itu, kami menggandeng BPKP dan Kemendes untuk meng¬ajari
pendamping membuat laporan secara sederhana.”
Ketua Satgas Dana Desa, Bibit Samad Rianto, meng¬apresiasi
KPK yang meng¬ungkap kasus korupsi dana desa. “Kami ini berjalan pelan, takut
salah injak.” (Pra/Cah/MG/RF/LN/PT/X-3)