Wednesday, January 24, 2018

Ketua Panitia Refleksi 'Tiga Tahun Pelaksanaan Dana Desa' Sri Palupi-Foto: Adista Pattisahusiwa.
JAKARTA — Dengan disahkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang dana desa oleh Pemerintah Jokowi JK. Hal itu menunjukkan bahwa seluruh Desa di Indonesia mendapatkan pengakuan atas hak otonominya dari pemerintahan nasional.
Jika dilihat kebijakan Dana Desa dalam konteks terkini berbeda dengan posisi desa dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, yang menempatkan desa sebagai subsistem kabupaten/kota.
Bahkan, dari Undang Undang terbaru, desa ditempatkan sebagai subyek pembangunan yang mandiri. Desa bukan lagi administratif dan obyek bagi bagi proyek pembangunan, melainkan subyek pembangunan yang mandiri.
Ketua Panitia Pertemuan Nasional Refleksi Tiga Tahun Dana Desa, Sri Palupi mengatakan, UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 yang diterapkan Pemerintah memuat kelemahan substansi yang selama ini tak banyak dibicarakan orang.
Kelemahan itu, kata Sri, yakni tidak memadainya ketentuan Undang Undang Undang Desa dalam memberikan perlindungan bagi warga kebanyakan terhadap perilaku buruk para elite desa.
Sebab, Penyusunan ketentuan tentang pengaturan desa yang didasarkan pada Visi atau asumsi desa itu condong bersifat mitos, di mana masyarakat desa harmonis bekerja sama dan saling membantu.
“Hanya mitos, jauh dari realitas desa di Indonesia, miskin perspektif gender. Padahal, penentuan yang sesungguhnya ada di desa itu sendiri,” tutur Sri di Kantor Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa, (23/1/2018).
Sri membeberkan, dikeluarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tersebut, dikarenakan selama ini kawasan desa dihisap dan digulung pemodal atas program program percepatan pembangunan ekonomi yang tak mengenal batas kedaulatan negara.
“Masyarakat desa menghadapi gempuran investasi tiada henti.  Terkait pemanfaatan eksploitasi sumber daya alam untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga posisi masyarakat desa semakin kritis,” Pungkasnya.
Dalam kondisi demikian, Hadirnya UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa bak oase yang memberikan harapan atas adanya perubahan di desa.
UU Nomor 6 tahun 2014 itu juga diharapkan masyarakat untuk pengakuan atas hak asal usul, peluang pembangunan yang lebih efektif, insklusif dan berkualitas.
Selain itu, Sri melanjutkan, UU Desa akan memberikan peluang memperkuat demokrasi politik dan ekonomi di tingkat lokal, serta pemenuhan dan pemajuan hak ekonomi sosial budaya dan hak sipil warga desa, khususnya kelompok rentan yang termajinalkan.
Namun, faktanya desa desa di Indonesia sarat konflik dan tak lepas dari problem ketimpangan sosial ekonomi politik di mana sumber ekonomi dikuasai para elit desa setempat.
“Selama ini, soal Dana Desa kita mendengar banyak laporan dari masyarakat terkait dana itu tidak disalurkan dengan baik,” tuturnya.
Untuk itu, dirinya meminta agar pemerintah tidak lagi mengeluarkan peraturan menteri (Permen) tentang dana desa, lebih baik intens memberikan panduan kepada masyarakat desa dalam memudahkan perspektif sistem administrasi, sehingga mandat undang undang desa itu dijalankan secara baik sesuai dengan kebijakan dan regulasi yang ada.
“Itulah yang selama ini menjadi hambatan karena selama tiga tahun UU Desa, hak atas pendamping dana desa pun lambat dipenuhi,” tutup Sri

Author:

Terima kasih telah berkunjung ke blog ini jika kalian suka silahkan share. Artikel saya yang berjudul UU Desa Dinilai Masih Lemah dan Sarat Konflik. Jika anda ingin sebarluaskan artikel ini, atau meletakan artikel ini sebagai tulisan anda mohon sertakan sumber link asli.

Bagaimana Tanggapan Anda
Comments
0 Comments

0 Comments

Silahkan isi Komentar Anda disini